1. Definisi Bronchopneumonia
• Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
• Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
• Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
• Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
2. Anatomi Sistem Pernapasan
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:
a. Lubang hidung (cavum nasalis)
• Hidung dibentuk oleh tulang sejati, kartilago dan jaringan ikat.
• Pada mukosa hidung terdapat epitelia bersilia yang mengandung sel goblet yang mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
• Di dalam hidung, terdapat reseptor bau yang terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung saraf kranial I (Nervous Olfactorius).
• Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrin, lapisan lendir, dan enzim lizosim.
• Vibrin adalah rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran.
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yg terbuka pada tulang kepala dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilarris. Sinus berfungsi untuk;
Membantu menghangatkan dan humidifikasi
Meringankan berat tulang tengkorak
Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonasi
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (13cm) yang letaknya bermula dari dasar tenkorak sampai persambungan esofagus.
Faring digunakan pada saat menelan ’digestion’
Berdasarkan letaknya, faring dibagi menjadi tiga yaitu naso faring, oro-faring, dan laringo-faring
d. Laring
Laring sering disebut dengan voice box .
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk, laring terdiri atas:
1. epiglotis
2. glotis
3. kartilago tiroid
4. kartilago krikoid
5. kartilago aritenoid
6. pita suara
Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:
Saluran Udara Konduktif
a. Trakhea
b. Bronkus dan Bronkhiolus
Saluran Respirtorius Terminal
a. Alveoli
b. Paru-paru
c. Dada, Diafragma, dan Pleura
d. Sirkulasi Pulmoner
3. Fisiologi Respirasi
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu:
a. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli paru-paru.
b. Difusi adalah proses pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.
c. Transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel.
Tes fungsi paru-paru yang menggunakan spirometer akan menghasilkan gambaran fungsi parp-paru seperti berikut:
1) Volume Alun Napas (Tidal Volume-TV)
Volume alun napas yaitu volume udara yang masuk dan keluar paru – paru pada pernapasan biasa dalam keadaan istirahat ( N = ± 500 ml )
2) Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume-IRV)
Yaitu volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru - paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa .IRV pada laki – laki = ± 3300 ml, sedang pada perempuan sebesar ± 1900 ml.
3) Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume-ERV)
Volume cadangan ekspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru – paru melalui kontraksi otot-otot ekspirasi stelah ekspirasi secara biasa (L = ± 1000 ml,P = 700 ml)
4) Volume Residu (Residu Volume-RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dalam paru-aru setelah ekspirasi maksimal (L = 1200 ml,P = 1100 ml).
Jika TV,IRV,ERV,dan RV dijumlahkan akan diperoleh maksimumyang merupakan kapasitas maksimal paru-paru saat berkembang .Jika besar dua jenis volume atau lebih dijumlahkan dalam satu kesatuan, maka dinamakan kapasitas pulmonal.
5) Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity-IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi secara biasa (IC = IRV + IV) kapasitas tersebut menunjukkan banyaknya udara yang dapat dihirup setelah taraf ekspirasi secara biasa hingga pengembangan paru-paru secara maksimal.
6) Kapasitas Residu Fungsional (Fungsional Residual Capacity-FRC)
Yaitu jumlah udara di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi secara biasa (FRC = ERV + RV). Kapasitas tersebut bermakna untuk mempertahankan kadar O2 da CO2 yang relatif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi.
7) Kapasitas Vital (Vital Capacity-VC)
Yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru-paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal. (VC = IRV + TV + ERV). Kapasitas tersebut bermakna untuk menggambarkan kemampuan pengembangan paru-paru dan dada.
8) Kapasitas Pau-Paru Total (Total Lung Capacity-TLC)
Yaitu jumlah udara maksimal yang masih dapat berada pada paru-paru (TLC = VC + RV). TLC normal pada laki-laki adalah 6000 ml dan pada perempuan 4200 ml.
PATOFLOW DIAGRAM
Jaringan Bronchus
Etiologi
Perubahan kapiler pembuluh darah meningkat
Gangguan aliran O2 dan CO2 Edema Mukosa
Hipoksia Mukus Meningkat
Penurunan Pembentukan Bersihan jalan napas
Intoleransi Aktifitas Saluran napas terbendung
Apneu
4. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak dibawah umur 2 tahun.
5. Klasifikasi Bronchopneumonia
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi.
Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
6. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
a. Faktor Infeksi
I. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
II. Pada bayi :
• Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
• Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
• Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis
3. Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
4. Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
b. Faktor Non Infeksi.
1. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon :
2. Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
Broncopnuemoni lipoid
3. Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini
7. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
8. Tanda dan Gejala
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
a. Inspeksi : pernapasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
b. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
c. Perkusi : Sonor memendek sampai beda
d. Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
9. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
o Inhalasi langsung dari udara
Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
o Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di nasofaring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
d. Refleks batuk.
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA.
h. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III ( 3 – 8 hari).
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
10. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm¬¬¬3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
11. MANAGEMEN MEDIK
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil dari pemeriksaan sputum,yang mencakup:
Anak dengan sesak nafas, memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit)
Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.
12. KOMPLIKASI
Otitis media
Bronkiektase
Abses paru
Empiema
Tidak ada komentar:
Posting Komentar