Jumat, 17 Juni 2011

Asuhan Keperawatan pada klien Tuberculosis Paru

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia. Penyakit Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang angka kejadiannya paling tinggi.
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang di kenal dengan nama mikrobakterium tuberculosis, Penularan penyakit ini melalui perantaran ludah/dahak yang mengandunq basil Tuberculosis paru, pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan di udara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk ke dalam paru-parunya yang kemudian menyebabkan penyakit Tuberculosis Paru.
Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian tempat tinggal apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab Tuberculosis berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah dan menyebabkan kematian.
Penyakit Tubercolosis, jaringan yang paling sering di serang adalah paru-paru (96,9%).
Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit TB Paru adalah mulai dari terinfeksi sampai pada tesiprimer muncul. Sedangkan waktunya antara 4-12 minggu,
Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan tua dan muda, bayi dan balita, kepekaan tertinggi pada anak kurang dari 3 tahun. Terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan tua muda.
Dalam catatan WHO pada 2006, Indonesia masuk pada urutan ketiga tertinggi setelah di India dan Tiongkok. Jumlah kasus tercatat 539.000 TB paru, dan jumlah kematian 101.000 pertahun.
Pemerintahan Propinsi DKI terus melakukan berbagai upaya untuk menekan jumlah penderita TBC di Ibukota pasalnya berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta jumlah penderita TBC hingga 31 Desember 2007 mencapai 14.416 orang.
Dari jumlah tersebut rinciannya meliputi 5.784 pasien baru, pasien kambuhan 437 orang, BTA negatif/rontgen positif kasus 8.982 pasien, dan TB Paru yang biasanya disertai dengan komplikasi tulang atau kelenjar 302 orang.

B. Definisi
TBC adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh micobacterium Tuberculosis
• Adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
• Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Tuberculosis (bakteri) yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk kedalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Hood Alsagaff. 1995. hal 73).
• Tuberculosis paru adalah penyakit paru yang bersifat kronik dan menular, disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis.

C. Anatomi Fisiologi

System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, sampai dengan alveoli dan paru-paru.
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang / cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung. hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs.H.Syaifuddin.B.Ac. 1997. hal 87 ).
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan, faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring (Drs.H.syafuddin.B.Ac. 1997. hal 88).
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20 cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa. trakea dipisahkan oleh karena menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs.H.Syaifuddin.B.Ac. 1997. hal 88-89).
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung-ujungnya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin.B. Ac. 1997. hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung - gelembung. paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru - paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. Sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter. (Drs.H.Syaifuddin. B.Ac. 1997. hal 90. Evelyn.C.Pierce. 1995. hal 221).
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. 1995. hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac. 1997. hal 91).
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanan rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh faktor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKp. 1995. hal 124. Drs. H. Syaifuddin. B.Ac. 1997. hal 93. Hood. Alsegaff. 1995. hal 36-37)
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3% yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel (Ni Luh Gede Y. A. Skp. 1995. hal 125 Hood Alsegaff. 1995. hal 40).

Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks. Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, dan Paru-paru kiri memiliki 2 lobus. Paru-paru mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan Pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada.
Ketika melakukan pengembangan dan berkontraksi, maka paru-paru dapat bergerak karena terlumas dengan rata.

Rongga dada/kavilen mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampak paru-paru hilus

Pleura dibagi dua yaitu :
• Pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru langsung membungkus paru-paru
• Pleura parenteral yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah dalam
Antara kedua Pleura terdapat rongga (kavum) yang disebut Kavum Pleura pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura) menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernafas bergerak.

D. Fisiologi
Fungsi Dari paru-paru adalah ventilasi yaitu memasukan udara yang mengandung O2 dan mengalirkannya ke dalam darah serta mengeluarkan dalam bentuk C02 dan dalam darah. Hal ini merupakan gerakan inspirasi aktif. Selama bernafas tentang tekanan intrapleura kira-kira 2.5 mmhg (relatif terhadap atmosfer). Pada permulaan inspirasi menurun sampai 6 mm hg dan paru-paru ditarik kepos si yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi lebih sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru.
Pada saat inspirasi pengaliran udara korongga pleura dan paru-paru berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru-paru bersamaan bergerak mengelilingi atmosfer.
Expirasi merupakan suatu proses pasif pernapasan yang tenang saat aktifitas ini dikendalikan oleh pusat batang otak yang merangsang neuro motorik dan diafragma dan muskulus nterkostal’s. Kareia paru-paru el3stis maka mengikuti ektansi udara mengalir melalui tanmn yang terbuka hingga tekanan rnendekati tekanan atmosfer.

E. Etiologi
TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-3,6/um.

F. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mycobacterium Tuberculosis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya (Sylvia.A.Price. 1995. hal 754).
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru (dr.Hendrawan.N. 1996. hal 1-2 ).
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh macrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus (Sylvia.A Price. 1995. hal 754).
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif (Syilvia.A Price. 1995. hal 754).


G.Tanda Dan Gejala
Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi) :
1. Batuk-batuk ≥ 3 minggu
2. Batuk berdarah : Terjadi karena adanya iritasi pada bronchus, batuk ini terjadi untuk membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum).
3. Sesak napas : Bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4. Nyeri dada : Ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise, lemah : Ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
6. Demam : Subfebris, febris.
7. Pada atelektasis terdapat gejala berupa: cyanosis, sesak nafas, kolaps. Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
8. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi) :
1. Keadaan umum lemah, cachexia
2. Takipnea
3. Febris
4. Paru : Tanda-tanda konsolidasi (redup, fremitus mengeras / melemah, suara napas bronkhial / melemah, ronkhi basah / kering)
5. Dll.


H. KLASIFIKASI
Klasifikasi diagnosis TBC :
Diagnosis Gejala klinis Foto thoraks BTA Sputum
TB Paru ( + ) ( + ) ( + )
TB Paru tersangka ( + ) ( + ) ( - )
Bekas TB Paru ( - ) ( - ) ( - )

• Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, dibagi dalam :
1. TB paru BTA positif : Sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum BTA positif
2. TB paru BTA negatif, dari 3 spesimen sputum BTA negatif, foto toraks positif.
• Berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang ditunjukan oleh foto toraks, dibagi dalam :
1. TB paru dengan kelainan paru luas
2. TB paru dengan kelainan paru sedikit
• Berdasarkan organ selain paru yang terserang, dibagi dalam :
1. TB ekstra paru ringan : TB kelenjar limfe, TB tulang non-vertebra, TB sendi, TB adrenal
2. TB ekstra paru berat : Meningitis, TB milier, TB disseminata, perikarditis, pleuritis, peritonitis, TB vertebra, TB usus, TB genitourinarius.

• Berdasarkan riwayat pengobatannya, dibagi dalam :
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Drop-out I default
4. Gagal terapi
5. Kronis.

I. Komplikasi
1. Komplikasi paru : Atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
2. TB Ekstra Paru : Pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
3. Kor pulmonal.

Potensial komplikasi pada penderita TB adalah :
1) Mal nutrisi
2) Efek samping terapi obat-obatan : hepatitis, ruam kulit, gangguan gastrointestinal
3) Resistensi banyak obat
4) Penyebaran infeksi TB
5) Menyebabkan kematian

J. TEST DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisik :
• Pada tahap dini sulit diketahui.
• Ronchi basah, kasar dan nyaring.
• Hipersonor / timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik.
• Pada keadaan lanjut Atropi dan retraksi interkostal dan fibrosis.
• Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).
Pemeriksaan Tambahan :
1) Sputum Culture : Positif untuk Mycobacterium Tuberculosis pada stadium aktif.
2) Ziehl Neelsen (Acid - fast Staind applied to smear of body fluid) : Positif untuk BTA.
3) Skin Test / Test Alergi pada Kulit (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4) Chest X-Ray / Foto Dada : Dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.
Gambar 1: Foto Rontgen Klien Tuberkulosa Paru







(Sumber: www.fas.org/irp/imint/docs/rst/Intro/Part2_26b.html).
5) Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : Positif untuk Mycobacterium Tuberculosis.
6) Needle Biopsi of Lung Tissue : Positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
7) Elektrolit : Mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi ; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
8) ABGs : Mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
9) Bronchografi : Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
10) Darah : lekositosis, LED meningkat.
11) Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis / infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.

pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan BakteriIogik
Pertemuan basil tahan asama (BTA) merupakan suatu alat penentu yang penting dalam mendiagnosa TB paru, harus diketahui bahwa BTA positif yang ditemukan sekitar 5000/ml sputum, sediaan yang positif memberikan petunjuk awal untuk menegakan diagnosis, tetapi suatu sediaan yang negatif tidak menolak kemungkinan adanya infeksi penyakit. Untuk pemeriksaan kultur identifikasi dan resistensi dapat dengan cara kuman baikan/kultur sejumlah sekitar 500-1000 batang / ml sputum
2) Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan darah pada umumnya akan memperhatikan adanya anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun, jumlah limfosit masih di bawah normal laju endap darah (LED) meningkat dan akan kembali normal pada tingkat penyembuhan.
3) Pemeriksaan Radiologi
Secara klasik gambaran TB yang aktif adalah gambaran infiltrasit lesi awa) pada area paru atas serta gambaran yang tidak aktif ditunjukan adanya fibrosis.



K Penatalaksaan Medis

1) Penyuluhan
2) Pencegahan
• Imunisasi BCG
• Hindari percikan dahak penderita TBC BTA positif sewaktu batuk atau bersin dengan menutup hidung atau mulut memakai saputangan / masker.
• Kamar mempunyai ventilasi yang adekuat
• Kamar tidak lembab dan sinar matahari bisa masuk kamar.
3) Penataan lingkungan
• Udara yang tercemar dengan bakteri M.Tuberculosis, oleh karena individu terinfeksi, berbicara, batuk, bersin, tertawa, dll.
• Lingkungan yang tercemar dengan bakteri M.Tuberculosis.
• Melalui benda yang tercemar dengan bakteri M.Tuberculosis.
• Kebersihan tubuh yang buruk dan tercemar bakteri M.Tuberculosis.
4) Pemberian obat-obatan :
a) OAT (Obat Anti Tuberkulosa)
b) Bronchodilator
c) Expectoran
d) OBH
e) Vitamin
5) Fisioterapi dan rehabilitasi
6) Konsultasi secara teratur.

Obat anti tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian obat antara lain
1) Membuat konvensi sputum BTA positif menjadi negatif secara mungkin melalui kegiatan bakterisid.
2) Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan sterilisasi
3) Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan immunologis
OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH)[ rifampisin (RIF), pirazinamid (Z) den streptomisin (S) yang bersifat bakteri dan ethambutanol yang bersifat bakteriostatik.
Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isakotinat = INH) dengar etambutol (EMB) atau rifampisin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg berat badan atau sekitar 300 mg/hari EMS, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg RIF, 600 mg sekali sehari, Efek samping INH yang berat jarang terjadi Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita di bawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada mereka yang berusia 50 tahun keatas.

Pada fase pertama pengobatan 6 bulan klien mendapat obat harian yang terdiri dari INH, RIF dan pirazinamid untuk sekurang-kurangnya 2 bulan. Obat-obat ini dapat juga ditambah dengan streptomycn atau EMS bila diduga terdapat resistensi terhadap INH.
Pada fase kedua diberikan INH dan RIF setiap atau dua kali seminggu selama 4 bulan.
Rejimen 9 bulan terdiri dari pemberian INH dan RIF setiap hari selama 1 atau 2 bulan, diikuti pemberian INH dan RIF setiap hari selama 1 atau 2 bulan, diikuti pemberian INH dan RIF tiap hati atau dua kali seminggu selama 9 bulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar